Patung Budha Tidur Mojokerto Salah Satu Objek Wisata Religi Yang Dikenal Sampai Manca Negara
Mojokerto merupakan salah satu kota yang terkenal karena terdapat berbagai macam sektor pariwisata. Di Mojokerto terdapat sejumlah tempat wisata sejarah yang berbagai macam seperti candi, museum, dan juga tempat penemuan-penemuan sejarah lainnya. Salah satu tempat wisata yang sangat menarik dan juga unik, adalah Patung Budha tidur.
Objek wisata ini berlokasi di kompleks MahaVihara Mojopahit, atau tepatnya ada di Jl. Raya Trowulan, Siti Inggil, Bejijong, Kec. Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Tempatnya mudah dicari dan juga akses jalan yang cukup memadai.
Patung Buddha Tidur Mojokerto ini dibangun di atas kolam ikan dan juga dikelilingi dengan pemandangan yang indah. Dimana hal ini dapat diartikan sebagai perlambang bahwa Sang Buddha telah mencapai Parinirvana. Dalam Agama Budha sendiri, Parinirvana mengacu kepada nirvana atau alam setelah kematian, yang terjadi pada kematian dari tubuh seseorang yang mencapai nirvana semasa hidupnya. Parinirvana menyiratkan pembebasan dari Saṃsāra, karma, dan kelahiran kembali, serta hancurnya skandha.
Sejarah Singkat Patung Budha Tidur di Mojokerto
Sedikit membahas sejarahnya, Patung Budha tidur di Mojokerto adalah tempat beribadah umat Budha yang dibuka untuk masyarakat umum. Awalnya Patung Budha Tidur di Mojokerto dibuat pada tahun 1993 dan merupakan salah satu patung terbesar di negara Indonesia. Patung Budha tidur tersebut merupakan patung yang menggambarkan Buddha Gautama yang memiliki panjang 22 meter, lebar 6 meter dan tinggi 4,5 meter. Tidak hanya itu, Patung Budha tidur tersebut dibuat menggunakan beton, dan seluruh bagian patung dicat warna kuning keemasan.
Akhirnya Patung Budha tidur di Mojokerto telah menjadi salah satu patung terbesar di dunia, dan tentunya Patung Budha tidur di Mojokerto itu banyak dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan seperti penduduk lokal dan juga dari mancanegara. Juga karena alasan historis itu, pengelola dari Wihara ini menolak untuk memberi label “wisata” pada Patung Budha Tidur. Karena sejatinya, tempat tersebut adalah tempat untuk beribadah. Jika kalian ingin berkunjung, bagi yang tidak beribadah pihak pengelola mengenakan tarif Rp 5.000 untuk biaya kebersihan dan perawatan.
Patung Budha Tidur di Mojokerto yang Sudah Terkenal di Luar Negeri
Bukan hanya wisatawan lokal, bahkan wisatawan manca negara yang berkunjung. Karena Patung Budha Tidur yang ada di Mojokerto merupakan yang terbesar ketiga didunia, Patung Budha Tidur di Mojokerto ramai mendapat perhatian masyarakat global. Menurut pihak pengelola wisatawan tersebut merupakan wisatawan umat atau dengan tujuan ibadah. Wisatawan tersebut rata-rata berasal dari Nepal, Tibet, dan beberapa negara Asia Tenggara pemeluk agama Budha. Pihak pengelola juga mengatakan bahwa mereka yang dari luar negeri datang untuk mengikuti rangkaian kegiatan keagamaan yang dilaksanakan.
Karena apresiasi yang luar biasa dari masyarakat luar negeri ini, nama daerah Mojokerto sebagai daerah yang memiliki wisata sejarah dan religi semakin meluas. Pemerintah juga mengembangkan daerah sekitar dengan proyek Anugrah Desa Wisata. Ini berarti pemerintah sendiri juga ikut membantu memperkenalkan budaya lokal Indonesia. Pemerintah Kabupaten Mojokerto bagian Dinas Perhubungan dan Pariwisata juga ikut berperan dalam memperkenalkan wisata ini, contohnya dengan promosi melalui acara Gus & Yuk Mojokerto.
Dampak Positif Bagi Masyarakat Sekitar
Adanya Patung Budha Tidur membawa dampak positif pada lingkungan sekitar, yang akhirnya penduduk lokal banyak yang membuka toko disekitar Patung Budha Tidur tersebut. Sebagian besar dari mereka berjualan souvenir dan juga berbagai makanan. Masyarakat setempat yang berjualan mengaku bahwa objek Patung Budha Tidur membawa rejeki bagi mereka. Banyak yang terbantu di sisi ekonomi karena ramainya pengunjung.
Namun karena pandemi virus Covid-19 yang melanda, sempat ada penutupan yang terjadi, dan berimbas pada penurunan pengunjung. Akhirnya tidak sedikit penjual yang gulung tikar, dan hanya beberapa saja yang masih bertahan. Salah satu narasumber yang kami wawancarai telah berjualan sekitar satu tahun lebih sebelum pandemi. Menurut beliau memang banyak ruginya saat pandemi, bahkan omset yang didapat bisa dibawah 50% di masa sebelum pandemi.
Untungnya keadaan sudah membaik, tapi beliau juga mengatakan bahwa keuntungan yang didapat dan juga pengunjung yang datang sudah tidak seramai sebelum pandemi. Beliau berharap untuk kedepannya lagi jika pandemi belum selesai, untuk pemerintah tidak menutup paksa toko toko yang berjualan.